Friday, February 27, 2009

Wednesday, February 25, 2009

WIMAX

LAURA ELISABETH
1408010

1. Aturan soal WiMax lebih lunak
Written by Budi Sadiman
Monday, 05 January 2009 08:15
JAKARTA: Pemerintah melunak dalam membatasi kerja sama asing untuk produksi perangkat WiMax (worldwide interoperability for microwave access) guna mempercepat proses alih teknologi. Seiring dengan itu, industri lokal membuka diri untuk bekerja sama dengan prinsipal teknologi asing dalam mengembangkan perangkat teknologi akses WiMax versi Indonesia.
Suhono Harso Supangkat, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), menuturkan kolaborasi dengan pihak asing masih dimungkinkan selama kedua pihak berani mengambil risiko dan sama-sama membangun industri dalam negeri dengan jumlah kandungan lokal tertentu.
"Ini kerja keras dan salah satu cara asalkan melalui konsep berbagi [kolaborasi] di mana asing masih mendapat porsi 75%," ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Saat ini, misalnya, PT Solusindo Kreasi Pratama (Technology Research Group/ TRG) menjalin kerja sama dengan perusahaan teknologi asing Tranzeo Wireless Technologies Incorporation asal Kanada. Kedua perusahaan mengembangkan perangkat Wimax berstandar 802.16d di spektrum frekuensi 2,3GHz and 3,3GHz.
Wahyu Haryadi, anggota Forum Komunikasi Broadband Wireless Indonesia (FKBWI), menilai sinergi lokal dan global penting untuk menggali pengalaman dalam mengembangkan teknologi WiMax. "Model kerja sama lokal dan global akan mendorong alih teknologi sehingga selanjutnya perusahaan lokal mampu mengembangkan teknologi broadband ini sendiri," ujarnya.
Saat ini sejumlah perangkat WiMax juga sudah dikembangkan pemain lokal di antaranya oleh PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti), PT Hariff Daya Tunggal Engineering (HDTE), PT Versatile Silicon Technologies, PT Dama Persada dan Reksis. Tidak sebatas pada chipset, tetapi juga ke perangkat seperti dongle.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan pejabat Departemen Komunikasi dan Informatika menyatakan bahwa kebijakan mengenai WiMax akan mengutamakan industri dalam negeri.

Merek lokal

Sylvia W. Sumarlin, Direktur Utama PT Dama Persada-pemilik merek dagang chipset WiMax Xirka-menuturkan pihaknya sudah mengembangkan chipset atau system-on-chip hasil karya putra-putri Indonesia asli. "Prestasi ini sebenarnya sungguh membanggakan dan idealisme mereka adalah mewujudkan ciptaan mereka untuk di Indonesia," ujarnya kepada Bisnis.
Perangkat yang diklaim buatan dalam negeri tersebut dikembangkan oleh Trio Adiono dari Institut Teknologi Bandung dan Eko Fajar yang bergelut di bidang tersebut di bawah payung PT Versatile Silicon Technologies sebagai penerima alih daya proyek-proyek dari Jepang.
Adapun PT Dama Persada berperan memberikan kesempatan bagi ilmuwan yang diwakili kedua peneliti tersebut dan pemodal yang diwakili oleh Rudy Hari dan Sylvia Sumarlin dalam mengembangkan produk-produk Xirka sebagai brand nasional yang ditargetkan pada saatnya akan go-international.
"Kami berkomitmen mendapatkan sertifikasi internasional WiMax Forum untuk produk Mobile WiMax berstandar 16e dan mendapatkan pengakuan dunia," ujar Sylvia.
Xirka menjadi pemenang Asia Pacific Information Communication Technology Award pada tanggal 15 Desember 2008 dan menyisihkan sembilan negara peserta lainnya dan dua industri raksasa Singapore Telcom serta Fujitsu Australia.
"Kami berharap masyarakat dapat mendukung program nasional agar kami dapat menciptakan semakin banyak lapangan pekerjaan," paparnya.

INAplas Address
Copyright © 2009 Inaplas:Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia , STAGE BUILDING ,Jl. Lamandau Raya 18 A, Jakarta, Indonesia
email: inaplas.jakarta@gmail.com

2. Tuesday, March 14, 2006
Indonesia Bisa Contoh Wimax dari India

Jakarta, Soal implementasi Wimax, Indonesia disarankan untuk mengambil teladan dari India. Potensi pasar kedua negara dianggap sama-sama besar, tapi daya beli masyarakatnya kurang.

Hal itu diungkapkan Vice President Marketing and Alliances Aperto Networks Manish Gupta. Indonesia menurutnya sebaiknya mencontoh India dalam hal pengimplementasian teknologi berbasis microwave, Worldwide Interoperability for Microwave Access (Wimax).

"Pasar India sangat mirip dengan Indonesia. Itu terlihat dari rendahnya penetrasi internet, broadband, dan komputer," kata Gupta di Hotel Intercontinental, Jakarta, Senin (13/3/2006). "Potensi pasarnya besar, namun masih kurang dalam kemampuan daya beli konsumen akhir," ujarnya menambahkan.

Aperto Networks sendiri merupakan penyedia perangkat pemancar Base Transceiver Station (BTS) dan Subscriber Unit untuk teknologi Wimax. Gupta menyarankan India sebagai panduan, karena dia mengklaim telah melihat berbagai model pengimplementasian terbaik untuk tiap negara. Aperto sendiri mengklaim telah menjadi mitra dari sekitar 200 operator telekomunikasi di 65 negara.

Kehadiran vendor itu di Indonesia digandeng oleh penyelenggara jasa telekomunikasi korporat berbasis data PT Citra Sari Makmur (CSM). Demi memperluas cakupan wilayah layanannya, CSM menggunakan teknologi nirkabel sekelas Wimax yang disediakan Aperto.

Menurut GM Marketing CSM Said Sungkar, layanan CSM diklaim sudah menjangkau 10 kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Surabaya. Yang menjadi sasaran pelanggannya ialah segmen korporasi, small office home office (SOHO) untuk penyediaan aplikasi internet, serta core perbankan.

Said juga optimis bisa menggelar layanan Wimax begitu izin penyelenggaraan digulirkan oleh pemerintah. "Sejak tahun lalu, jaringan yang kita gelar sudah berbentuk pre-Wimax. Jadi, begitu regulasi bergulir, kita siap gelar layanan," ujarnya.

Wimax Tak Semahal 3G

Sertifikasi Wimax, menurut Gupta, sudah digulirkan sejak Januari 2006 lalu dan mulai diimplementasikan di banyak negara maju dan berkembang. Aperto pun ikut kecipratan rezeki dengan proyeknya di lebih dari 20 negara. Antara lain India, Brasil, Amerika Serikat, Rusia, Timur Tengah, Mesir, serta Spanyol. Indonesia menjadi target berikutnya.

Gupta juga mengatakan bahwa untuk mengimplementasikan Wimax tidak dibutuhkan dana sebesar yang dikeluarkan untuk teknologi telekomunikasi generasi ketiga (3G). Dia memperkirakan dana yang dikeluarkan untuk membangun satu titik layanan 3G sebesar US$ 100 juta, sedangkan untuk Wimax diperkirakan sebesar US$ 10-100 ribu. "Tapi itu tergantung konfigurasi dan besarnya bandwidth yang dibutuhkan," imbuhnya.

Dia juga menekankan bahwa Wimax tidak akan berkompetisi secara langsung karena target pasarnya berbeda. Menurutnya, Wimax akan lebih terfokus pada layanan fixed wireless. Sedangkan 3G akan mengembangkan sayap bisnis di layanan mobile.

Di Indonesia, Wimax sedang jadi pembicaraan yang cukup hangat. Teknologi yang bisa menggapai hingga 50 kilometer itu, diyakini bisa meningkatkan angka pengguna internet hingga ke pelosok desa. Tentu dengan catatan, harga layanannya terjangkau kocek masyarakat kebanyakan.

Sebelumnya, pihak Intel Indonesia gencar 'bergerilya' ke pemerintah demi bisa menggelar ujicoba teknologi itu. Intel berharap banyak pihak bisa mempelajari manfaat serta kekurangan dan kelebihan Wimax. Namun, meski punya tujuan sama, Said mengatakan belum ada pembicaraan konsolidasi dengan Intel demi menggelar ujicoba Wimax. (rou/wsh)
(wsh)

Sumber :
http://www.detikinet.com
Indonesian Cybercafe Community

3. Kompetisi Teknologi WiMAX-3G dan Kemunculannya di Indonesia
Senin, 7 April 2008 | 14:10 WIB , kompas cetak

Tidak dimungkiri teknologi dalam industri telekomunikasi dapat saling berkompetisi dan akhirnya melibas teknologi yang lainnya. Ambil contoh teknologi seluler NMT (Nordic Mobile Telephony) dan AMPS (Advanced Mobile Phone System) pada sekitar tahun 1985-1992, yang saat ini pada frekuensi yang sama teknologi ini telah dilibas oleh teknologi CDMA2000 yang dioperasikan oleh operator CDMA di Indonesia.
Dalam konteks teknologi seluler yang memiliki kemampuan bergerak (full mobility), kedua teknologi ini sebenarnya dapat dikatakan sudah dilibas oleh teknologi CDMA dan GSM yang memberikan layanan yang serupa seperti teknologi sebelumnya tetapi dengan performansi yang lebih baik.
Perkembangan selanjutnya kedua teknologi ini akan berkembang menuju teknologi 4G, di mana WCDMA berevolusi menjadi LTE (Long Term Evolution) dan EV-DO berevolusi menjadi UMB (Ultra Mobile Broadband). Pada mulanya LTE dan UMB yang dijadwalkan masih cukup lama untuk mulai diimplementasikan, mungkin akan lebih cepat dengan kemunculan teknologi WiMAX (Worldwide interoperability for Microwave Access) yang memiliki kemampuan seperti halnya 4G yang juga memiliki kemampuan bergerak, membuat persaingan dominan teknologi 4G akan semakin sengit.
Ancaman 3G
Bagi teknologi 3G, kemunculan WiMAX mobile pada dasarnya bisa dikatakan sebagai suatu ancaman. Dengan kemampuan layanan komunikasi data yang lebih cepat dari teknologi 3G yang ada saat ini, WiMAX mobile menawarkan performansi yang lebih baik bagi pengguna.
Belum lagi bila layanan panggilan suara dilakukan dengan teknologi VoIP (Voice over Internet Protocol) melalui WiMAX akan dapat memicu persaingan lebih ketat antara 3G dan WiMAX. Dalam ketersediaan teknologi, saat ini teknologi LTE ataupun UMB sebagai evolusi secara alamiah teknologi 3G memiliki keterlambatan ketersediaannya dibandingkan dengan teknologi WiMAX.
Dalam hal alokasi frekuensi pun WiMAX akan menjadi ancaman bagi 3G. Beberapa alokasi pita frekuensi yang tadinya merupakan kandidat untuk alokasi migrasi teknologi 3G akan harus berbagi kapling dengan WiMAX setelah berhasilnya WiMAX masuk dalam ”keluarga” IMT-2000.
Hasil WRC-07 (World Radio Conference) dalam rapat ITU bulan Oktober 2007 telah mengesahkan rekomendasi bahwa WiMAX menjadi bagian dari ”keluarga 3G” bersama-sama dengan teknologi 3G lainnya yaitu WCDMA, CDMA2000, TD- SCDMA, EDGE, dan DECT. Dalam implementasinya frekuensi operasi WiMAX dan 3G dapat saja memiliki alokasi pita frekuensi yang sama, ambil contoh pada pita frekuensi 2,3 dan 2,5 GHz yang pada masa mendatang dapat dipakai untuk teknologi 4G, baik teknologi WiMAX, LTE, ataupun UMB (lihat tabel frekuensi).
Perbandingan teknologi
Memang tidak begitu tepat untuk membandingkan teknologi WiMAX mobile dengan LTE maupun UMB mengingat teknologi ini memiliki waktu kesiapan pasar yang tidak sama, termasuk kemungkinan kesiapan di pasar Indonesia (lihat tabel ketersediaan teknologi).
Saat ini, WiMAX mobile telah siap di pasaran berikut dengan perangkat di sisi pelanggannya, sedangkan LTE maupun UMB masih menunggu sampai dua atau tiga tahun ke depan untuk siap secara komersial, termasuk di sisi pelanggan. Walaupun tidak dalam jumlah variasi yang cukup banyak, perangkat pelanggan untuk WiMAX mobile telah tersedia dalam bentuk datacard, dekstop modem, dan sedikit dalam bentuk PDA.
Untuk melihat bagaimana kinerja masing-masing teknologi tidaklah mudah mengingat tiap pabrikan pendukung teknologi ini saling mengklaim teknologi yang satu lebih baik dari teknologi yang lain. Masing-masing teknologi 4G ini memiliki pendukung utamanya sendiri-sendiri, seperti Intel mendukung teknologi WiMAX, Ericsson menggembar-gemborkan teknologi LTE, dan Qualcomm dengan teknologi UMB-nya.
Ketiga teknologi di atas juga memiliki waktu latency yang kecil (latency adalah keterlambatan waktu antara saat dikirim dan diterima), yang memungkinkan dilakukannya percakapan suara lewat paket data (voice over package data). Dalam hasil riset dipersyaratkan bahwa untuk memberikan kemampuan yang mirip kualitasnya terhadap panggilan melalui sistem seluler, besarnya latency tidak melebihi 150 ms. Baik WiMAX maupun LTE dan UMB mengklaim latency maksimum sekitar 30 ms.


Kemunculan di Indonesia
Kemunculan WiMAX di Indonesia semakin dekat dengan ditandatanganinya peraturan mengenai aspek persyaratan teknis untuk sistem BWA di pita frekuensi 2,3 GHz oleh Dirjen Postel pada 26 Februari 2008. Peraturan ini tentunya akan menjadi acuan dalam dokumen lelang BWA yang dijadwalkan pada tahun ini.
Walaupun tidak disebutkan secara spesifik bahwa pita frekuensi ini merupakan alokasi untuk teknologi WiMAX, tetapi dalam dokumen siaran pers tersebut disebutkan bahwa Dirjen Postel bersama-sama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi membuat program penelitian perangkat radio WiMAX di frekuensi 2,3 GHz tersebut sehingga besar kemungkinan teknologi WiMAX akan juga diimplementasikan.
Melihat kecenderungan harga lelang frekuensi WiMAX akan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga lelang frekuensi 3G seperti juga hasil lelang di negara-negara lain pada umumnya, maka sangatlah mungkin WiMAX akan dapat memberi harga layanan yang kompetitif dibandingkan dengan layanan data pita lebar dari teknologi 3G.
Melihat WiMAX juga memiliki kemampuan memberikan layanan koneksi ADSL (Asymmetric Digital Subscriber Line) seperti layanan Telkom Speedy tetapi melalui jaringan nirkabel, maka WiMAX akan menjadi alternatif layanan bagi masyarakat dan bagi daerah-daerah yang belum terjangkau jaringan telepon.
Selain itu, WiMAX memiliki kemampuan seperti sistem seluler (mobility) sehingga WiMAX pun dapat memberi layanan seperti 3G saat ini. Karena itu, untuk alasan mempertahankan dan meningkatkan pasar, operator layanan data pita lebar baik yang menggunakan infrastruktur kabel maupun nirkabel boleh jadi akan tertarik untuk ikut lelang frekuensi WiMAX ini.
Kurniadi Djamili,
Memperoleh Gelar Master dari Royal Melbourne Institute of Technology, Australia, dan Sekarang Bekerja di Salah Satu Operator Seluler sebagai Analis Teknologi

opini:
wimax merupakan penciptaan teknologi yang baru yang lebih canggih dibandingkan dengan 3G.menurut perkiraan harga penggunaan wimax jauh lebih murah dibandingkan dengan 3G. berdasarkan hal tersebut,munculnya teknologi baru mengakibatkan harga produk tersebut akan lebih murah.sayangnya wimax tersebut masih sangat dibatasi karena ditakutkan penggunaanya yang berlebihan.
perturan2 tersebut membuat para operator merasa terhambat dalam memasarkan produknya.namun dari segi konsumen,pengguna wimax akan merajalela.

PERKEMBANGAN INDUSTRI TELEMATIKA

LAURA ELISABETH
1408010


Perkembangan industry telematika di Indonesia
Perkembangan industry telematika di Indonesia cukup berkembang pesat. Terlihat dari penggunaan produk teknologi yang hampir digunakan oleh semua kalangan. Hampir semua masyarakat selalu mengejar produk-produk teknologi baru.Selain itu juga,masyarakat terlihat sangat maju dalam penggunaan produk teknologi,jadi mereka tidak gaptek.
Walaupun perkembangan teknologi di Indonesia cukup berkembang,namun pemroduksian produk teknologi masih sangat kurang. Indonesia masih sangat mengandalkan perusahaan luar.sehingga banyak perusahaan luar yang menanam modalnya dengan mendirikan perusahaan di Indonesia.
Misalnya perusahaan pembuatan PC di Indonesia,yaitu perusaahan ZYREX. Perusahaan ini bisa di bilang cukup terkenal di kalangan masyarakat. Namun jarang sekali masyarakat yang menggunakan produk buatan Indonesia ini. Masyarakat masih kebanyakan menggunakan produk luar seperti TOSHIBA,ACER,DELL,AXIOO dll. Sayangnya perusahaan ini masih menggunakan komponen-komponen dari luar.padahal akan lebih baik jika perusahaan ini menggunakan komponen buatan sendiri.
Perusahaan pengembang teknologi di Indonesia masih di dominasi oleh perusahaan luar,ini akibat masyarakat yang hanya mau menikmati penggunaan produk tanpa ada usaha untuk mengembangkannya. Jadi pantaslah Indonesia di sebut-sebut sebagai ladang usaha yang sangat menguntungkan. Misalnya perusahaan operator selular yang masih dikuasai oleh perusahaan luar.sedangkan operator dari perusahaan Indonesia tidak begitu di sukai oleh masyarakat.
Oleh sebab itu,kita sebagai bangsa Indonesia seharusnya bangga terhadap hasil buatan Indonesia. Dan berusaha mengembangkan teknologi tanpa ada sangkut paut dengan perusahaan luar.

Tuesday, February 24, 2009

Asal Murah, Layanan Wimax Jadi Pilihan

M.Rinaldy (1308007)


Teknologi komunikasi data nirkabel berpita lebar (broadband wireless access) menggunakan Wimax bisa menjadi solusi layanan internet murah berkualitas. Hal ini ikut ditentukan kesiapan pelaku lokal, baik vendor maupun operator.

Ketua Lembaga Riset Sharing Vision Dimitri Mahayana mengatakan, tertundanya pemberlakuan Wimax di Indonesia saat ini sengaja dilakukan untuk memberi kesempatan pemain lokal mempersiapkan diri. Tantangan terberat, khususnya pada vendor. Semakin banyak pemain atau komponen lokal terlibat, khususnya vendor, maka makin terjangkau layanan yang dihasilkan nantinya.

"Idealnya, harga peralatan CPE (costumer premises equipment , terminal modem) di tingkat pengguna akhir, berdasarkan Wimax Forum, idealnya 20-40 dollar. Jika berada (harga) di bawah 100 dollar, pelanggannya bisa mencapai 10 juta," ujar dosen Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung ini. Berdasarkan hasil survei, kurang dari 30 persen pengguna yang tertarik berlangganan Wimax selama masa uji coba kecuali digratiskan.

Sayangnya, beberapa vendor lokal saat ini justru mengambil ancang-ancang harga kisaran USD 100-400, terutama pada jenis outdoor station. Sejumlah vendor, misalnya PT Dama Persada yang memproduksi chipset Wimax lokal merek Xirka, sejak jauh-jauh hari berancang-ancang memberikan harga ekonomis. Saat dikonfirmasi, Direktur Desain Chipset PT Dama Persada Trio Adiono belum bersedia menyebutkan kisaran harga jual.

"Xirka memang diproyeksikan untuk perangkat mobile station yang difungsikan di laptop ataupun ponsel, baik dalam bentuk perangkat USB dongle ataupun mini card. Jadi, pemanfaatannya mudah, plug and play (pasang dan gunakan) layaknya layanan internet broadband. Tarif layanan Wimax idealnya 100-200 ribu atau maksimal Rp 300.000 per bulan nantinya," ucap Dimitri.

Adapun kecepatan akses data Wimax adalah 15 megabit per detik atau tiga kali lipat dari kecepatan teknologi 3,5 G. Berbeda dengan broadband jenis lainnya, Wimax ini punya keuntungan khusus, yaitu cocok dimanfaatkan di wilayah rural. Jangkauannya pun mencapai 15 kilometer point to point.

"Berbeda dengan teknologi komunikasi sebelum-sebelumnya, industri lokal kita akan lebih banyak bermain. Kandungan lokal minimal 40 persen nantinya," ujar Jaka Sembiring dari Pusat Pelayanan Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika RI.

Friday, February 20, 2009

Wajib Sharing Tower BTS

Andrew J oroh(1308021)

Wajib Sharing Tower BTS

SEJAK genderang reformasi yang dikenal sebagai era kekebasan dan keterbukaan telah menempatkan dua hal yang hingga hari ini mengalami kemajuan. Kemajuan tersebut pun dapat dengan nyata kita rasakan. Pertama adalah sistem ketata negaraan yang telah memberikan sistem pemilihan umum secara langsung, multi partai dan keterbukaan aspirasi yang begitu luas, dan yang kedua adalah perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). TIK hingga hari ini benar-benar menjadi bagian dari perjalanan bangsa yang tidak dapat dilepaskan. Tidak perlu jauh-jauh kita melihat contoh dari pesatnya perkembangan TIK. Coba lihat di sekitar kita, berapa banyak, jenis apa dan dengan merk apa jenis komunikasi yang rekan-rekan, pimpinan, bawahan ataupun kita sendiri gunakan sehari-hari saat ini. Lalu coba bandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Tentu kita bisa menemukan jawaban dengan mudah.
Teknologi Informasi (TI) semakin hari semakin kokoh di tempat teratas dalam perkembangan industri atau pun bidang usaha lainnya di negeri ini. TI telah sukses menghapus batas negara serta budaya. Manfaatnya pun bisa dinikmati oleh seluruh lapisan anak bangsa.

Konvergensi dan Infrastruktur Seluler
Kencendrungan global terut mempengaruhi perkembangan TI. Saat ini, setiap orang telah membicarakan sebuah era yang benar-benar melanda dunia. Era Konvergensi merupakan sebuah era yang bisa terjadi di pelbagai dimensi baik teknologi, jaringan atau infrastruktur hingga layanan. Sisi market pun terjadi konvergensi antara operator, terminal, maupun regulasi.
Era persaingan dan berakhirnya sistem monopoli juga ikut menghampiri industri telekomunikasi. Hadirnya Undang-undang No. 36 di tahun 1999 tentang Telekomunikasi, telah mengundang operator dan pemasok baru hadir dan (habis-habisan) bersaingan dengan penguasa lama.
Data UNPD (2004) menunjukkan pengguna telepon seluler di Indonesia per 1000 orang mengalami peningkatan sejak tahun 2001 sampai 2004. Namun, jika dibandingkan dengan China, Filipina, Thailand, Malaysia, Korea Selatan dan Singapura, pengguna telepon selular per 1000 orang di Indonesia masih tertinggal jauh (lihat gambar1).

Sumber : UNDP (diolah) 2004
Gambar 1. Jumlah Pengguna Telephon Seluler di 10 Negara
Namun demikian, 220 juta jiwa penduduk Indonesia adalah pasar yang sangat menggiurkan bagi para penyedia layanan komunikasi. Tidak hanya berusaha untuk menarik pelanggan baru, tapi (kemungkinan) melakukan ekspansi merebut pelanggan operator lain juga terbuka. Wacana ini cukup beralasan, tiap operator tidak hanya mengkedepankan tarif murah dan promosi (berdarah-darah), penguatan jangkauan dan kualitas jaringan pun menjadi andalan. Bahkan hingga ke daerah terpencil pun ’sinyal’ harus on.
Berkaitan dengan itulah investasi dalam penyediaan infrastruktur menjadi penting bagi tiap operator. Jika berbicara tentang infrastruktur maka tower BTS (Base Transceiver System) menjadi keharusan untuk dimiliki sebagai sarana komunikasi dan informatika.
Bertambahanya jumlah penyedia jasa komunikasi di Indonesia ikut juga menambah menjamurnya BTS di seluruh pelosok tanah air. Berdasarkan catatan yang penulis terima jumlah operator telepon, baik seluler maupun bergerak terbatas (fixed wireless access) dengan teknologi GSM (Global System for Mobile communication) dan CDMA (Code Division Multiple Access) hingga saat ini ada lebih dari 10 operator.
Kesepuluh operator tersebut diantaranya: PT Telkom, Tbk. (Flexi), PT Telkomsel (Halo, As, Simpati), PT. Indosat, Tbk. (Matrix, Mentari, IM3, Star One), PT. Excelcomindo Pratama, Tbk. (Xplor, Bebas, Jempol), PT. Bakrie Telecom, Tbk. (Esia, Wifone, Wimode), PT. Mobile-8 (Fren), PT. Sinar Mas Telecom (Smart), PT. Hutchison Charoen Pokhand Telecomunication (3 “Three”), PT. Sampoerna Telecom Indonesia (Ceria), PT. Natrindo Telepon Seluler (NTS, AXIS) dan Pasifik Satelit Nusantara (Byru, Pasti) dengan jumlah produk melebihi 20 variasi untuk berbagai segmen.

Sharing Tower BTS
Bertambahnya jumlah tower BTS belakangan ini membuat pemerintah semakin jemu. Harus diakui fenomena ini adalah sesuatu yang pasti terjadi seiring keinginan tiap operator untuk memperluas coverage areanya hingga ke pelosok tanah air.
Menghadapi makin bertambahnya tower milik para operator seluler, maka pemerintah melalui menteri komunikasi dan infomasi (KOMINFO) mengeluarkan kebijakan mengenai pembangunan menara melalui peraturan terbaru Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi. Berdasarkan peraturan tersebut, terutama pada pasal 5 yang menyebutkan bahwa kini tower BTS wajib digunakan secara bersama tanpa mengganggu pertumbuhan industri telekomunikasi. Hal ini menjadi landasan bahwa kini tower wajib digunakan oleh minimal 2 operator.

Sumber: dari berbagai sumber
Gambar 2. Jumlah BTS dari Beberapa Operator, 2007
Ide untuk menggunakan tower secara bersama-sama diharapkan akan ada pengurangan jumlah tower yang berdiri bukan hanya di kota besar, namun juga di pelosok desa di seluruh Indonesia. Mekanisme pelaksanaan tower bersama ini adalah dengan menggunakan sebuah tower telekomunikasi oleh 2 atau lebih operator yang menggelar jaringan yang berbeda. Lihat gambar 2, hingga akhir 2007 terdapat 46.446 tower BTS telah menghiasi seluruh penjuru tanah air ini. Bisa dibayangkan jika operator bertambah dan semakin berusaha untuk meningkatkan kualitas layanan maka sudah barang tentu tower akan memenuhi lingkungan kita.
Berdasarkan penelusuran informasi dan berita yang beredar di lapangan, muncul berbagai fakta di daerah tentang keberadaan tower BTS. Keberadaan tower BTS ternyata memiliki resistensi dari masyarakat, yang disebabkan isu kesehatan (radiasi, anemia dll), isu keselamatan (dapat roboh dll), hingga isu pemerataan sosial.
Bila mengacu pada catatan yang pernah dikeluarkan oleh WHO, kekhawatiran tersebut tidaklah terbukti. Radiasinya jauh diambang batas toleransi yang ditetapkan WHO. Tower BTS terendah (40 meter) memiliki radiasi 1 watt/m2 (untuk pesawat dengan frekuensi 800 MHz) s/d 2 watt/m2 (untuk pesawat 1800 MHz). Sedangkan standar yang dikeluarkan WHO maximal radiasi yang bias ditolerir adalah 4,5 (800 MHz) s/d 9 watt/m2 (1800 MHz). Sedangkan radiasi dari radio informatika/internet (2,4 GHz) hanya sekitar 3 watt/m2 saja. Masih sangat jauh dari ambang batas WHO 9 watt/m2. Radiasi ini makin lemah apabila tower makin tinggi. Rata-rata tower seluler yang dibangun di Indonesia memiliki ketinggian 70 meter. Dengan demikian radiasinya jauh lebih kecil lagi.
Mengenai isu mengancam keselamatan (misal robohnya tower), dapat diatasi dengan penerapan standar material, dan konstruksinya yang benar, serta pewajiban perawatan tiap tahunnya. Sementara itu isu pemerataan ekonomi harus disikapi dengan bijaksana. Oleh karena peruntukan tower ini untuk kepentingan bisnis, maka sudah selayaknya lah terjadi sharing keuntungan dengan masyarakat, karena memang pembangunan tower harus memiliki dimensi ekonomi masyarakat.
Kebijakan pemerintah ini sudah barang tentu menimbulkan reaksi beragam. Ada beberapa permasalahan yang sangat mungkin terjadi dan perlu dipikirkan bersama: melakukan penggabungan bersama apalagi jika yang dilakukan antar operator yang memiliki teknologi yang sama GSM – GSM, berbeda halnya jika yang digabungkan antar operator GSM – CDMA karena selain memiliki pangsa pasar yang berbeda, frekuensi yang digunakan jauh berbeda dan handset yang digunakan pun berbeda. Akan tetapi jika yang digabungkan operator yang memiliki teknologi GSM yang mempunyai segmen pasar sama dan teknologi yang sama dan berada di frekuensi yang hampir sama di rentang antara 900 MHz dan 1800 MHz. Hal ini menjadi cukup krusial mengingat akhirnya kepuasan konsumen adalah hal yang diharapkan.
Kebijakan semacam ini ternyata bukan hal baru di dunia. Kota Berkeley, Amerika Serikat punya kebijakan ketat untuk masalah pendirian tower BTS. Hal ini diberlakukan pemerintah setempat sejak tahun 2001 dengan alasan kesehatan dan keindahan lingkungan. Sementara dibeberapa negara lain muncul adanya BTS Terpadu (Mobile Virtual Network Operation/MVNO). Penerapan kebijakan semacam ini setidaknya memberi manfaat, yaitu untuk mengurangi tingginya permintaan lahan untuk pembangunan menara (menghindari “hutan tower”), terjaganya keindahan dan estetika kota, hemat biaya investasi/sewa, maka akan menekan biaya operasionalisasi dimana akhirnya masyarakat pulalah yang menikmati keuntungan (dari biaya operasional seluler yang kompetitif ini).
Kebijakan mengenai tower BTS pun ramai diperbincangkan di beberapa daerah di Indonesia. Setidaknya menjamurnya tower BTS telah membuat pemerintah kota Surabaya memutar otak untuk melakukan sentralisasi tower BTS, yang tujuannya tidak lain untuk bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam regulasi tersebut tower operator telepon akan dikendalikan Pemerintah Kota Surabaya. Dengan tower yang menjadi milik pemkot diharapkan akan menjadi penambahan income. Sebab selama ini, pemasukan yang diterima Pemkot hanya sebatas dari pengurusan IMB saja.
Akhirnya seperti yang pernah ditulis oleh detik dimana salah satu operator terbesar telah menyatakan siap untuk mengimplementasikan kebijakan sharing tower. Hendaknya perlu dipikirkan konsep dan bentuk dari sharing tower itu sendiri. Apakah benar-benar ‘jual tower’ dalam (benar-benar) bentuk sharing tower, network, layanan, space atau kapasitas

BTS Bersama Bikin Efisien dan Akur

Imanuel ch lefta (1307009)


BTS Bersama Bikin Efisien dan Akur

Perang tarif pulsa antaroperator seluler memang sengit. Tapi bukan berarti sesama operator itu tak bisa akur. Kini, mereka akan akur yakni dalam hal penggunaan menara bersama sesama operator seluler. Langkah itu dijalankan menyusul terbitnya regulasi mengenai penggunaan bersama BTS (Base Transceiver Station) bersama.

Regulasi BTS bersama ini dikeluarkan Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) dengan tujuan mendorong efisiensi kerja para operator. “Regulasi tentang penggunaan BTS bersama ini adalah salah satu kebijakan untuk mendorong para operator dapat melakukan tindakan efisiensi internal yang masih satu paket dengan regulasi tarif interkoneksi. Kebijakan penurunan tarif interkoneksi ini bukan kebijakan terpisah, tetapi sebuah kebijakan yang terencana dan menjadi satu kesatuan dengan berbagai rencana pemerintah berkait dengan upaya mendorong efisiensi kerja operator. Karena itu kebijakan-kebijakan yang dinilai akan menghambat proses efisiensi operator akan dikaji,” kata Menkominfo Mohammad Nuh beberapa waktu lalu.

Apalagi, di daerah soal keberadaan BTS yang marak bertebaran di beberapa tempat dalam jarak yang pendek juga sering diributkan dan menimbulkan protes. Bukan saja dari pemerintah daerah karena mengganggu tata ruang kota, tetapi protes juga sering datang dari masyarakat. Maka tak ayal banyak kejadian BTS dirobohkan warga dan kasus lainnya. Untuk menekan biaya pemasangan BTS yang cukup mahal, maka para operator harus saling bekerja sama dalam membangun tower bersama. Dengan pemakaian tower bersama tersebut, maka akan mengurangi jumlah BTS yang sering diprotes karena tata letaknya yang tak beraturan. Di daerah pun, para pelaku operator harus siap-siap berkolaborasi menjalankan regulasi operator bersama tersebut.

Djoko Aryono, Public Relations Indosat Solo, kepada Joglosemar mengatakan, pemakaian tower bersama tersebut sangat menguntungkan pihak operator. “Dengan pemakaian satu BTS untuk dimanfaatkan secara bersama-sama, baik dengan operator GSM maupun CDMA, maka akan lebih efisien. Sehingga tidak akan banyak pohon tower berdiri. Dan tentunya mengurangi polemik di tingkat masyarakat,” katanya.
Memang, kebijakan pemakaian BTS bersama sudah bergulir semenjak tahun 2007 kemarin. Dan perturan tersebut, merupakan kebijakan dari Dirjen Postel. Kemudian, untuk penerapan peraturan tersebut, akan diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah, dengan ketetapan. “Peraturan tersebut tergantung dari masing-masing pemerintah kabupaten maupun kota,” jelasnya.

Dengan adanya peraturan tersebut, maka sampai sekarang ini pihak Indosat baru menjalin kerja sama dengan pihak operator XL. Terjalinnya kerja sama penggunaan BTS bersama tersebut, ternyata sampai saat ini baru terdapat dua titik, yakni Pengging dan Manyaran. Namun, ia tidak memungkiri jika ke depan, pasti akan banyak operator yang menggunakan BTS bersama. “Sekarang para operator sedang melakukan survey progress,” paparnya. Sementara itu, Atiek Susanti, Area Sales Officer Coordinator Solo, mengakui jika pihak XL memang melakukan kerja sama dengan operator lain dalam menggunakan BTS bersama.
Adapun, operator yang bekerja sama dengan XL, yakni Fren dan Indosat. Namun, ketika ditanyai mengenai jumlah persisnya keberadaan BTS bersama, ia tidak begitu tahu berapa jumlah tepatnya. “Maaf saya kurang tahu, berapa jumlah BTS bersama yang ada di Solo,” ucapnya. Operator Ceria pun juga melakukan telah melakukan hal yang sama. Seperti dikatakan Ari Bobo, Asisstant Marketing Officer operator telekomunikasi Ceria milik PT. Sampoerna Telekomunikasi kepada Joglosemar, Rabu (13/8).

Ia mengatakan, Ceria telah melakukan kerja sama dengan pihak operator lain, khususnya dalam menyelenggarakan pemakaian BTS bersama. Adapun BTS bersama yang dimiliki oleh Ceria, ada sekitar 14 titik yang ada di seluruh wilayah Surakarta.
“Untuk Solo ada dua titik, Sragen dua titik, Boyolali dua titik, Karanganyar satu titik, Wonogiri dua titik, Klaten dua titik dan beberapa titik lainnya,” ujarnya.

Disinggung mengenai siapa saja operator yang melakukan kerja sama dalam menggunakan BTS bersama, ia mengakui jika operator telekomunikasi XL dan Fren yang telah menjalin kerja sama. “Ada beberapa BTS yang memang milik Ceria sendiri,” akunya. Dengan adanya BTS bersama, maka ia mengakui jika penggunaannya lebih efisien. Karena, tidak perlu membangun sendiri BTS tersebut. Pasalnya, kalau membangun BTS sendiri membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sebagai gambaran, satu BTS bisa menghabiskan biaya sebanyak Rp 1 miliar. Selain itu, biasanya dalam mendirikan BTS, pastinya akan memperhatikan berbagai aspek, seperti halnya aspek Amdal, lingkungan maupun masyarakat itu sendiri. Untuk itu, dengan adanya pemakaian BTS bersama, maka akan lebih efisien

Penjualan ponsel berfitur Wi-Fi diduga naik 100%

Ferdian Dumara
1307007


JAKARTA (Bisnis.com): Penjualan ponsel yang memiliki fitur Wi-Fi dipredksi naik dua kali lipat pada akhir 2010 dibandingkan dengan Januari tahun lalu. Studi terbaru dari ABI Research, seperti dikutip dari Cellular-News, menunjukkan peningkatan ini terutama didorong oleh tingginya minat dan kebutuhan pengguna ponsel, bisnis model anyar yang diterapkan operator seluler, dan peningkatan kemampuan handset yang dihasilkan oleh pabrikan. Berbagai faktor tadi akan menggerakkan perluasan adopsi teknologi Wi-Fi pada perangkat genggam hingga lima tahun mendatang. Analis Industri Michael Morgan mengatakan beberapa tahun belakangan ini terdapat peningkatan permintaan perangkat yang dibekali dengan Wi-Fi karena permohonan datang dari operator seluler dan pelanggan. "Vendor ponsel berupaya mencoba untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai lebih," ujarnya. Nokia sebagai pemimpin pasar ponsel juga merajai produk telepon seluler dengan Wi-Fi. Meski demikian, model ponsel dengan Wi-Fi yang dikeluarkan Nokia masih terbatas. Apple iPhone juga mempunyai fitur Wi-Fi. Studi ini menunjukkan kemudahan penggunaan mendorong lebih banyak pengguna ponsel iPhone, sekitar 75% dari total pengguna, memanfaatkan fitur Wi-Fi secara teratur. Sebaliknya, kendati sebanyak 80% dari lini produk perangkat genggam buatan HTC memiliki fitur Wi-Fi, hanya 10% saja pengguna yang menggunakan fitur ini. Morgan mengingatkan masih terdapat sejumlah kendala yang akan menghambat laju perkembangan Wi-Fi yang menjadi tantangan bagi operator seluler, a.l. perbaikan cakupan jaringan dan layanan baru untuk menggaet pasar.(er)

Seperti yang kita tahu, kita sudah mulai meninggalkan teknologi wire menuju teknologi wireless. Bisa kita lihat dari artikel diatas bahwa satu persatu vendor mulai memasang teknologi Wi-Fi pada perangkat-perangkat telepon genggamnya. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kebutuhan akses internet sudah menjadi prioritas utama dalam berbagai kalangan dari remaja hingga dewas, sehingga peningkatan penjualan ponsel berfitur Wi-Fi dipastikan akan meninggkat pesat. Dengan adanya teknologi Wi-Fi pada telepon genggam, akan memudahkan pengguna akses internet untuk berselancar didunia maya. Browsing, Chatting, dan kirim-terima E-Mail tidak lagi terbatas ruang atau tempat. Apalagi akan segera dikembangkannya WiMax dapat membuat user teknologi Wi-Fi lebih fleksibel dalam memanfaatkan teknologi tersebut. Namun semuanya tak lepas dari peran pemerintah dan masyarakat dalam menyediakan spot-spot agar bisa menggunakan teknologi Wi-Fi. Sehingga mungkin kedepannya tidak hanya di mall-mall atau cafe-cafe saja, mungkin nanti saat teknologi Wi-Fi sudah berkembang dimana kita berada kita bisa menggunakan teknologi Wi-Fi tesebut, dimana saja dan kapa saja.

"IMPIANKU... IMPIAN INDONESIA"

Suatu malam, hati saya pernah bertanya: “Mengapa sampai sekarang belum ada perusahaan manufaktur telepon selular (HP-red.) di Indonesia, yang menghasilkan merek-merek lokal semisal Nukieu, Soni bin Erik, Samsul, atau yang lainnya?” Harapan saya pertanyaan ini akan segera terjawab beberapa tahun ke depan lagi.
Kalau kita cermati sekarang, pengembangan industri dunia semakin berpusat pada industri telematika (telekomunikasi, media, dan informatika). Kita lihat berapa banyak pabrikan telepon selular mengeluarkan produk terbaru setiap minggunya, berapa banyak program aplikasi terbaru yang dipasarkan, situs-situs baru yang muncul di internet, dan ketersediaan informasi yang dapat kita peroleh (hampir) tiada batas baik melalui surat kabar, radio, televisi, dan internet. Oleh karena itu, negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Cina, dan yang lainnya terus melakukan terobosan dan inovasi terbaru dalam industri telematika. Negara-negara Asia lainnya seperti India, Vietnam, dan Malaysia juga berusaha keras merangsek masuk ke industri ini.
Lalu bagaimana dengan industri telematika di Indonesia? Sepertinya industri ini masih tetap kalah gaungnya dengan industri migas dan perkebunan di Indonesia. Padahal situasi dunia sudah mengarah kepada perkembangan industri telematika. Akankah Indonesia tertinggal 20 tahun lagi dari negara-negara maju dalam hal industri telematika karena kita terus berfokus kepada industri sumber daya alam yang suatu saat akan habis? Kita harap tidak demikian. Industri telematika di Indonesia tidak boleh diam dan hanya menjadi penonton saja.
Indonesia memiliki banyak sumber daya manusia yang kompeten di bidang telematika. Apalagi ada banyak kabar yang membanggakan mengenai anak-anak bangsa yang tersebar di seluruh dunia yang menjadi profesional-profesional di bidang telematika. Jadi perihal sumber daya manusia dalam bidang telematika sebenarnya Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lainnya.
Mengapa industri-industri di Cina maju? Salah satu faktor pentingnya adalah karena mereka di dukung penuh oleh pemerintahnya, termasuk dalam hal permodalan. Untuk mencapai industri telematika nasional yang kokoh dan mandiri, pemerintah Indonesia diharapkan terus mendukung dalam hal pengembangan infrastuktur, sumber daya manusia, regulasi yang kondusif, dan pasar domestik yang berpihak pada industri dalam negeri.
Menko Prodis pernah mengungkapkan, pengembangan telematika Indonesia harus berangkat dan mengangkat kemampuan industri dalam negeri. Sedangkan pengembangan prasarananya harus ditekadkan menjadi pemicu industri perangkat keras telekomunikasi dan industri jasa penyedia jasa jaringan (Network Service Provider). Untuk kebutuhan perangkat keras dalam jumlah yang besar dengan tingkat kecanggihan terknologi yang terjangkau, harus didorong untuk dipasok oleh industri elekronika dalam negeri.
Industri telematika di Indonesia akan bersinar kalau ada kerja sama yang baik antara pemerintah, institusi pendidikan, dan para praktisi telematika. Kecintaan kita akan bangsa ini dapat kita tunjukkan dengan memajukan industri telematika di tanah sendiri, sebelum beranjak ke negara orang lain. Kalau mereka (negara-negara lain) bisa, mengapa kita tidak? MAJU TERUS PUTRA/I INDONESIA! MERDEKA! MERDEKA! MERDEKA! (Sangap_1308004)

Masalah Menara BTS Bersama

Ternyata pembangunan dan pengelolaan menara BTS (Base Transeiver Station) membawa permasalahan tersendiri. Diantaranya adalah indikasi timbulnya praktik monopoli yang memicu bisnis tidak sehat dalam bisnis menara. Contoh di kota Palu, yang mana perdanya berbau diskriminatif terhadap perusahaan telekomunikasi swasta. Isi perda tersebut mewajibkan pelaku usaha swasta memenuhi sejumlah ketentuan untuk membangun menara. Namun, kewajiban serupa tidak diberlakukan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Praktik monopoli dalam bisnis menara telekomunikasi berpotensi merugikan konsumen karena konsumen akan dikenakan tarif mahal. Disamping itu, kebijakan pengelolaan menara telekomunikasi sampai sekarang belum diikuti dengan regulasi yang tegas dan menyeluruh, diantaranya aturan tarif, proses tender, dan standar kualitas layanan menara.
Masalah lain yang muncul yaitu keluhan dari beberapa kalangan operator seluler tentang penggunaan tower bersama milik operator khusus tower. Terjadinya perbedaan visi bisnis antara operator seluler dan operator tower bersama. Hitungan penyusutan menara yang ditetapkan operator tower hanya sampai tiga tahun, berbeda dengan hitungan operator seluler yang hitungan penyusutannya untuk 10-15 tahun ke depan. Sederhananya para operator seluler harus membayar sewa rata-rata Rp. 15 juta per bulan. Suatu angka yang dianggap memberatkan bagi mereka. Selain itu, operator tower juga cenderung menunggu minimal tiga operator sebelum mendirikan menara bersama, sehingga proyeksi percepatan bisnis di daerah relatif tidak segera dilakukan.
Diharapkan permasalahan ini segera selesai karena industri telekomunikasi adalah salah satu industri yang sangat vital, yang menyangkut kepentingan publik. Semua pemangku kepentingan duduk bersama untuk membahas dan melengkapi perangkat hukum untuk mengimpelementasikan Permenkominfo No. 2 / 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi. Spirit menara bersama seharusnya melahirkan efisiensi, bukannya menciptakan ekonomi biaya tinggi. Maju terus industri telekomunikasi Indonesia! (Sangap_1308004)

Opini Dalam Memandang Industri Telematika

Opini Dalam Memandang Industri Telematika

Samuel 1408002

INDUSTRI TELEMATIKA

Industri telematika merupakan industri yang sangat berkembang sangat cepat di dunia. Dalam kehidupan manusia selalu terjadi komonikasi secara langsung ataupun tidak langsung. Manusia selalu saling bertukar segala jenis sumber informasi melalui komunikasi.

Industri Telematika sangat membantu komunikasi menjadi lebih lancar dalam keadaan apapun dan dimanapun tanpa ada jarak yang menghalangi proses komunikasi.

Kebutuhan manusia akan proses tersebut selalu meningkat dari waktu ke waktu. Contoh keadaannya adalah yang awalnya manusia hanya perlu saling berkomunikasi jarak jauh dengan menggunakan media surat yang hanya berisikan tulisan dan gambar yang masih membutuhkan biaya besar dan waktu lama untuk satu pesan. Seiring waktu, manusia membutuhkan komunikasi jarak jauh lainnya melalui media lain yang lebih murah, cepat, dan memuat materi lebih banyak.

Maka manusia mencari media komunikasi lainnya seperti telepon, dengan adanya telepon maka komunikasi jarak jauh menjadi lebih mudah, cepat, dan tepat karena dengan adanya telepon, komunikasi jarak jauh dapat sudah berupa percakapan suara langsung. Seterusnya kebutuhan tersebut masih terbatas oleh kabel yang menghambat mobilitas, dikembangkanlah telepon genggam tanpa kabel yang disebut “handphone”. Dengan adanya handphone ini maka semakin terbuka lebar perkembangan industry telematika yang meningkatkan jumlah materi komunikasi jarak jauh.

Materi komunikasi tidak hanya cukup dengan komunikasi percakapan suara, maka perkembangan menjadi lebih cepat lagi setelah handphone bisa melakukan komunikasi tulisan yang dikirim melalui jarak jauh, yang menggantikan media surat dan saat handphone tersebut mampu mengakses data internet, telematika menjadi industri yang sangat tidak terbatas.

Setiap satu orang yang memegang handphone sudah memenggam komunikasi untuk terhubung dengan seluruh dunia.

Handphone hanyalah salah satu produk dari industry telematika yang berkembang sangat cepat, masih banyak produk yang mengandalkan adanya industry telematika.

Indonesia merupakan negara yang berpenduduk padat dan terdiri dari banyak pulau terpisah, tentunya keadaan ini menuntut komunikasi jarak jauh yang lebih tinggi. Kegiatan komunikasi bisnis dan ekonomi sangat terbantu oleh adanya Industri Telematika. Maka di Indonesia selain dibutuhkan tenaga kerja yang banyak dalam mengembangkan telematika, pastinya dibutuhkan pula lebih banyak perangkat yang mampu menjalankan system Industri Telematika ini.

Industri Telematika di Indonesia sangat menarik banyak perhatian dari banyak negara tetangga, terbukti dari banyaknya penyedia layanan komunikasi dari negara tetangga yang mengembangkan usahanya di Indonesia.

Perkembangan Peranti Lunak di Kota Bandung





Opini

Sungguh membanggakan memang, mengetahui bahwa Indonesia, khususnya Kota Bandung memiliki potensi baru untuk dikembangkan, yakni industri peranti lunak (softwares) lokal. Sektor kreatif ini dikembangkan kebanyakan oleh anak muda, berumur antara 20 – 30 tahun. Mereka berasal dari berbagai latar belakang. Ada yang memang menekuni program studi komputer di perguruan tinggi maupun belajar secara otodidak.

Pertumbuhan industri ini salah satunya dapat diamati dari kemampuan pasar untuk diekspor ke Amerika Serikat dan belahan dunia lainnya. Sektor ini juga bisa jadi menyerap sekiranya 81.000 tenaga kerja baru di tahun yang akan datang, dengan estimasi 1.100 pertumbuhan perusahaan baru.

Namun satu hal yang juga menjadi kendala saat ini adalah, tingginya aktivitas pembajakan peranti lunak saat ini. Bahkan bukan hanya perantinya yang dibajak, arsiteknya pun ikut “dibajak” oleh pihak asing. Seperti kenyataan bahwa sebagian besar lulusan berprestasi dari Teknik Informatika ITB (Institut Teknologi Bandung) memilih bekerja di luar negeri.

Harapan saya adalah agar di masa yang akan datang Pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak swasta untuk mengembangkan sektor peranti lunak lokal ini melalui peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia), dukungan finansial, dan jaminan tenaga kerja. Niscaya semakin banyak hasil karya anak-anak Indonesia yang dipakai di seluruh dunia dan dapat pula mengharumkan nama bangsa di kancah internasional, terutama bidang Telematika.


Yenny Kartika
1308019

Thursday, February 19, 2009

Issue Telematika tentang 4G

Grace Natalia
1308008



Teknologi 4G atau Generasi keempat merupakan teknologi komunikasi mobile yang sebentar lagi akan berkompetisi dengan teknologi 3G yang saat ini sedang marak digunakan. Ciri khas teknologi 4G adalah seluruh jaringan yang sudah berbasis IP. Teknologi 4G ini juga memiliki ciri khas bahwa ponsel ini akan tetap berfungsi dengan baik bila digunakan dalam kendaraan dengan kecepatan 150 Km/jam dengan kecepatan transfer mencapai 54Mbps. Dari artikel “Bersiap dengan Teknologi Pre-4G setelah Teknologi 3G”, kita dapat melihat bahwa saat teknologi 4G telah diimplementasikan, ponsel-ponsel berbasis 3G akan berkurang kepopulerannya dan digantikan oleh laptop-laptop yang dilengkapi wi-fi dan softphone, juga oleh PDA yang dilengkapi wi-fi, yang dapat digunakan sebagai Pre-4G phone, juga perangkat-perangkat lain yang mendukung Push-To-Talk dan SIP yang dapat juga digunakan untuk keperluan berkomunikasi dengan teknologi Pre-4G.

Beberapa perusahaan pun sudah mulai melakukan pengembangan teknologi 4G ini. Seperti Huawei, Intel, VMAX, LG, dan perusahaan lainnya. Dalam artikel “Huawei Kembalikan Jaringan LTE TeliaSonera”, Huawei dipercaya oleh pemimpin operator telekomunikasi di Skandinavia dan negara-negara Baltik untuk menyediakan jaringan komersial 4G/LTE pertama di dunia. Huawei akan menyediakan solusi end-to-date LTE yang ramah lingkungan dan menyediakan layanan seperti desain jaringan, penyelenggaraan, integrasi sistem dan sistem pendukung. Intel pun memulai pergerakannya dengan menginvestasikan jutaan dolar untuk mengembangkan teknologi 4G di Taiwan yang akan digarap oleh operator VMAX, seperti yang diberitakan pada artikel “Intel Invetasi 11,5jt Untuk 4G Taiwan”. LG pun berencana memproduksi ponsel LTE pada 2010. Dalam artikel “LG Kembangkan Chip 4G” dijelaskan bahwa LG Electronics Inc berhasil mengembangkan chip modern berbasis teknologi 3GPP Long Term Evolution (LTE) atau yang disebut sebagai 4G, yang diharapkan dapat mendorong penciptaan ponsel yang memiliki akses internet berkecepatan tinggi. Namun dalam artikel “Operator Dunia Belum Siap Jalani LTE“, seorang analisis dari ABI Research mengatakan bahwa sebagian besar operator di dunia kemungkinan besar belum siap berpindah ke LTE karena kecepatan downlink dan uplink, yang masing-masing mencapai 100 Mbps dan 50 Mbps, hanya dapat dilakukan dalam jaringan berfrekuensi 20 Mhz, sedangkan frekuensi tersebut pun merupakan ‘barang mewah’ yang tidak dimiliki sebagian besar operator di dunia.

Dari artikel-artikel tersebut, dapat disimpulkan bahwa teknologi 4G yang diharapkan mampu meningkatkan kecepatan akses internet seluler tersebut, sampai saat ini masih dalam tahap perkembangan. Perusahaan-perusahaan pun memulai pergerakan mereka dengan berbagai cara untuk merealisasikan teknologi 4G ini. Walaupun tidak semua pihak optimis dengan pengembangan teknologi ini, 4G akan tetap terus dikembangkan sampai dapat memenuhi kebutuhan operator dan user yang menginginkan kecepatan lebih, serta efisienisme dan efektifitas yang lebih tinggi.

(=^o^=)v

bts dipakai ramai-ramai.. setuju???^^

IRma...
1408015

Jika semua daerah menerapkan aturan menggunakan BTS bersama, maka selain tercipta penataan kota yang baik, biaya yang perlu dikeluarkan operator juga akan berkurang secara signifikan. Hanya saja, memang implementasi menara bersama tidak semudah membalikan telapak tangan. Ada dua alasan. Pertama, keberadaan tower telekomunikasi sudah sedemikian banyaknya dan masing-masing operator mempunyai perencanaan jaringan sendiri-sendiri. Dan kedua, tower-tower yang sudah ada, memang tidak didesain untuk digunakan secara bersama sehingga beban yang dapat ditampung di atas menara juga terbatas.
Selain persoalan penolakan warga, hal lain yang menjadi kendala dalam pembangunan menara telekomunikasi adalah masalah penataan kota. Bayangkan saja, dengan sekitar sepuluh operator telekomunikasi yang sekarang ini giat membangun jaringan, maka yang terjadi adalah hadirnya tower yang sangat banyak.
Untuk mengatasi penambahan beban, hal itu dapat dilakukan dengan perkuatan tower. Namun tetap agar tower tidak kelebihan beban, jumlah operator yang ikut gabung juga tidak bisa banyak-banyak. Sementara untuk mensinergikan jaringan antaroperator, operator yang baru atau baru memperluas jaringan ke suatu wilayah dimana di wilayah itu sudah ada operator eksisting, dapat menyesuaikan jaringannya dengan jaringan eksisting.

Saat ini, banyak pemerintah daerah berencana membangun tower-tower baru dan menggusur tower-tower lama. Secara teknis, kebijakan ini akan berdampak terhadap layanan telekomunikasi yang diberikan pada konsumen telekomunikasi saat proses migrasi. Contohnya ketika Indosat menyatukan jaringan eks Satelindo dengan IM3 saja "Sinyal Kuat" yang didengungkan malah berakibat konsumen sering tidak mendapatkan sinyal dan butuh waktu lama untuk kembali seperti sediakala. Sulit dibayangkan bagaimana jaidnya jika tower-tower eksisting harus dirobohkan dan diganti tower baru.
Jalan tengahnya adalah untuk wilayah yang jumlah towernya sudah sangat banyak, untuk tower di atas tanah (green field) hendaknya diarahkan pada penggunaan menara secara bersama. Namun jika jumlah operator yang membutuhkan tower begitu banyak, sementara tower bersama tidak mencukupi karena keterbatasannya, pihak pemda dapat menunjuk pihak ketiga membangun tower bagi pemain-pemain baru. Dengan begitu, maka tujuan penataan kota dapat tercapai.

Kata saya tentang Industri Telematika

by Grace Natalia
1308008



Industri Telekomunikasi, Media, dan Informatika (Telematika) merupakan industri dengan teknologi yang berkembang paling pesat, juga paling membutuhkan banyak tenaga ahli serta terampil, sehingga membuka kesempatan kerja dan usaha yang sangat luas. Industri Telematika mencakup berbagai jenis industri, mulai dari industri manufaktur, sampai industri jasa. Industri manufaktur biasanya memproduksi perangkat keras dan lunak pada komputer, seperti BIOS, Sistem Operasi, dsb., juga perangkat pada sistem telekomunikasi, seperti pesawat telepon, kabel telekomunikasi, dsb. Sedangkan industri jasa biasanya menyelenggarakan jasa telekomunikasi (telco) seperti jasa layanan SLJJ, jasa telegram, dsb. Industri jasa juga menyelenggarakan jasa komputer seperti jasa perancangan komponen komputer, perancangan jaringan, ataupun konsultasi pemilihan perangkat komputer.

Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ini, seperti IBM, Telkom, AT&T, Excelcomindo, Siemens, Nokia, Toshiba, Oracle, HP, dsb., merupakan perusahaan yang berkembang dengan sangat pesat, sehubungan dengan berkembangnya permintaan pasar akan barang-barang dan jasa yang berhubungan dengan telekomunikasi dan informasi.

Di Indonesia, Industri Telematika pun sedang berkembang, terutama di bidang telekomunikasi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya operator komunikasi seperti Excelcomindo, Telkomsel, Indosat, dsb. Belum lagi operator-operator baru seperti 3(three), Mobile8, dsb. yang bermunculan dan saling bersaing ketat dalam penawaran tarif kepada konsumen. Layanan komunikasi pun mengalami banyak perkembangan. Kalau dulu hanya ada telepon dan telegram, sekarang kita dapat menikmati banyak layanan seperti telepon seluler, nada sela,dlsb.
Namun demikian, industri manufaktur di Indonesia tidak terlalu berkembang. Penyebabnya adalah lebih banyaknya produk luar negeri yang dipakai di Indonesia, daripada yang diproduksi di perusahaan Indonesia. Produk yang dihasilkan di Indonesia menjadi tidak berkembang dan jarang diproduksi. Perusahaan-perusahaan di Indonesia pun menjadi lebih banyak dipegang oleh pihak asing.

Bila dilihat dari sisi industri perangkat lunak, Indonesia memiliki peluang yang cukup baik, karena Indonesia pun memiliki banyak engineer terampil yang sanggup menghasilkan perangkat-perangkat lunak yang dibutuhkan oleh pasar. Karena pengembangan perangkat lunak yang tidak memerlukan peralatan produksi yang canggih ataupun mahal (hanya memerlukan komputer, perangkat lunak bahasa pemrograman, ide cemerlang, dan keterampilan dalam merekayasa perangkat lunak), industri perangkat lunak diharapkan akan dapat berkembang lebih pesat di Indonesia.

(=^o^=)v

Pandangan Terhadap Industri Telematika di Indonesia

Irma 1408015

Pandangan Terhadap Industri Telematika di Indonesia

Secara Umum:

Jumlah pengguna serta pertumbuhan industri telematika/ infocom di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Hal ini menggambarkan bahwa secara umum industri telematika nasional masih jauh dari yang diinginkan untuk menunjang pembangunan bangsa dan negara. Contohnya saja penggunaan internet di negara kita masih sangat minim. Sebenarnya manusia Indonesia bisa mengakses informasi apapun yang ada di dunia, dengan mudah, cepat dan murah (anytime, anywhere, any content) setara dengan penduduk negara maju melalui infrastruktur telematika. Tetapi mayoritas penduduk Indonesia belum bisa mengakses dan memanfaatkan informasi (content) yang cukup canggih dengan harga yang terjangkau/ sesuai daya beli masyarakat Indonesia.

Indonesia memerlukan pembangunan infrastruktur telematika yang lebih cepat. Akselerasi ini diperlukan agar dapat mensejajarkan posisi Indonesia dengan negara-negara tetangga dan pada tingkat regional Asia. Tanpa infrastruktur telematika yang baik, tidak mungkin bagi bangsa Indonesia untuk bersaing di arena perdagangan dan ekonomi regional ASEAN maupun regional Asia. Infrastruktur telematika yang baik juga dibutuhkan untuk peningkatan kesejahteraan bagi penduduk Indonesia melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, kemudahan aspek jasa-jasa sosial (terutama pendidikan dan kesehatan) dan pembukaan lapangan kerja baru. Infrastruktur telematika akan memberikan dampak peningkatan efisiensi dan produktivitas bagi kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat banyak.

Walaupun belum maksimal, Indonesia telah menikmati lumayan banyak peluang bisnis di sektor telematika. Sebut saja peningkatan jumlah penggunaan komputer di rumah tangga, sekolah dan perkantoran, kemajuan dunia multimedia dan hiburan yang membutuhkan perangkat telematika cukup besar, retail aksesori telepon seluler yang menjamur, dan kebutuhan berbagai jenis perangkat komputer dan telekomunikasi untuk memenuhi hasrat berkomunikasi data yang murah. Tidak ketinggalan pula manfaat yang telah dinikmati media massa cetak/elektronik dan sektor riil lainnya yang menyerap banyak tenaga kerja.

Secara Khusus (Telekomunikasi):

Terlambatnya operator menggelar jaringan telepon tetap telah menjadikan Indonesia tertinggal. Rendahnya penetrasi telepon tetap yang ditingkahi oleh mahalnya tarif internet telah menutup peluang publik memanfaatkan telematika untuk memperbaiki tingkat sosial dan ekonomi mereka. Telepon seluler atau ponsel memang telah menjadi alternatif bertelekomunikasi. Namun, kesenjangan digital (digital divide) semakin melebar. Meski sudah mulai merambah ke daerah, ponsel terkonsentrasi di kota-kota besar. Tidak jarang sebuah keluarga memiliki lebih dari empat ponsel, sedangkan masyarakat di pedesaan belum memiliki akses. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan industri telematika selalu berjalan lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan pemerintah dalam menyiapkan regulasi dan kebijakan.