Wednesday, February 25, 2009

WIMAX

LAURA ELISABETH
1408010

1. Aturan soal WiMax lebih lunak
Written by Budi Sadiman
Monday, 05 January 2009 08:15
JAKARTA: Pemerintah melunak dalam membatasi kerja sama asing untuk produksi perangkat WiMax (worldwide interoperability for microwave access) guna mempercepat proses alih teknologi. Seiring dengan itu, industri lokal membuka diri untuk bekerja sama dengan prinsipal teknologi asing dalam mengembangkan perangkat teknologi akses WiMax versi Indonesia.
Suhono Harso Supangkat, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), menuturkan kolaborasi dengan pihak asing masih dimungkinkan selama kedua pihak berani mengambil risiko dan sama-sama membangun industri dalam negeri dengan jumlah kandungan lokal tertentu.
"Ini kerja keras dan salah satu cara asalkan melalui konsep berbagi [kolaborasi] di mana asing masih mendapat porsi 75%," ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Saat ini, misalnya, PT Solusindo Kreasi Pratama (Technology Research Group/ TRG) menjalin kerja sama dengan perusahaan teknologi asing Tranzeo Wireless Technologies Incorporation asal Kanada. Kedua perusahaan mengembangkan perangkat Wimax berstandar 802.16d di spektrum frekuensi 2,3GHz and 3,3GHz.
Wahyu Haryadi, anggota Forum Komunikasi Broadband Wireless Indonesia (FKBWI), menilai sinergi lokal dan global penting untuk menggali pengalaman dalam mengembangkan teknologi WiMax. "Model kerja sama lokal dan global akan mendorong alih teknologi sehingga selanjutnya perusahaan lokal mampu mengembangkan teknologi broadband ini sendiri," ujarnya.
Saat ini sejumlah perangkat WiMax juga sudah dikembangkan pemain lokal di antaranya oleh PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti), PT Hariff Daya Tunggal Engineering (HDTE), PT Versatile Silicon Technologies, PT Dama Persada dan Reksis. Tidak sebatas pada chipset, tetapi juga ke perangkat seperti dongle.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan pejabat Departemen Komunikasi dan Informatika menyatakan bahwa kebijakan mengenai WiMax akan mengutamakan industri dalam negeri.

Merek lokal

Sylvia W. Sumarlin, Direktur Utama PT Dama Persada-pemilik merek dagang chipset WiMax Xirka-menuturkan pihaknya sudah mengembangkan chipset atau system-on-chip hasil karya putra-putri Indonesia asli. "Prestasi ini sebenarnya sungguh membanggakan dan idealisme mereka adalah mewujudkan ciptaan mereka untuk di Indonesia," ujarnya kepada Bisnis.
Perangkat yang diklaim buatan dalam negeri tersebut dikembangkan oleh Trio Adiono dari Institut Teknologi Bandung dan Eko Fajar yang bergelut di bidang tersebut di bawah payung PT Versatile Silicon Technologies sebagai penerima alih daya proyek-proyek dari Jepang.
Adapun PT Dama Persada berperan memberikan kesempatan bagi ilmuwan yang diwakili kedua peneliti tersebut dan pemodal yang diwakili oleh Rudy Hari dan Sylvia Sumarlin dalam mengembangkan produk-produk Xirka sebagai brand nasional yang ditargetkan pada saatnya akan go-international.
"Kami berkomitmen mendapatkan sertifikasi internasional WiMax Forum untuk produk Mobile WiMax berstandar 16e dan mendapatkan pengakuan dunia," ujar Sylvia.
Xirka menjadi pemenang Asia Pacific Information Communication Technology Award pada tanggal 15 Desember 2008 dan menyisihkan sembilan negara peserta lainnya dan dua industri raksasa Singapore Telcom serta Fujitsu Australia.
"Kami berharap masyarakat dapat mendukung program nasional agar kami dapat menciptakan semakin banyak lapangan pekerjaan," paparnya.

INAplas Address
Copyright © 2009 Inaplas:Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia , STAGE BUILDING ,Jl. Lamandau Raya 18 A, Jakarta, Indonesia
email: inaplas.jakarta@gmail.com

2. Tuesday, March 14, 2006
Indonesia Bisa Contoh Wimax dari India

Jakarta, Soal implementasi Wimax, Indonesia disarankan untuk mengambil teladan dari India. Potensi pasar kedua negara dianggap sama-sama besar, tapi daya beli masyarakatnya kurang.

Hal itu diungkapkan Vice President Marketing and Alliances Aperto Networks Manish Gupta. Indonesia menurutnya sebaiknya mencontoh India dalam hal pengimplementasian teknologi berbasis microwave, Worldwide Interoperability for Microwave Access (Wimax).

"Pasar India sangat mirip dengan Indonesia. Itu terlihat dari rendahnya penetrasi internet, broadband, dan komputer," kata Gupta di Hotel Intercontinental, Jakarta, Senin (13/3/2006). "Potensi pasarnya besar, namun masih kurang dalam kemampuan daya beli konsumen akhir," ujarnya menambahkan.

Aperto Networks sendiri merupakan penyedia perangkat pemancar Base Transceiver Station (BTS) dan Subscriber Unit untuk teknologi Wimax. Gupta menyarankan India sebagai panduan, karena dia mengklaim telah melihat berbagai model pengimplementasian terbaik untuk tiap negara. Aperto sendiri mengklaim telah menjadi mitra dari sekitar 200 operator telekomunikasi di 65 negara.

Kehadiran vendor itu di Indonesia digandeng oleh penyelenggara jasa telekomunikasi korporat berbasis data PT Citra Sari Makmur (CSM). Demi memperluas cakupan wilayah layanannya, CSM menggunakan teknologi nirkabel sekelas Wimax yang disediakan Aperto.

Menurut GM Marketing CSM Said Sungkar, layanan CSM diklaim sudah menjangkau 10 kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Surabaya. Yang menjadi sasaran pelanggannya ialah segmen korporasi, small office home office (SOHO) untuk penyediaan aplikasi internet, serta core perbankan.

Said juga optimis bisa menggelar layanan Wimax begitu izin penyelenggaraan digulirkan oleh pemerintah. "Sejak tahun lalu, jaringan yang kita gelar sudah berbentuk pre-Wimax. Jadi, begitu regulasi bergulir, kita siap gelar layanan," ujarnya.

Wimax Tak Semahal 3G

Sertifikasi Wimax, menurut Gupta, sudah digulirkan sejak Januari 2006 lalu dan mulai diimplementasikan di banyak negara maju dan berkembang. Aperto pun ikut kecipratan rezeki dengan proyeknya di lebih dari 20 negara. Antara lain India, Brasil, Amerika Serikat, Rusia, Timur Tengah, Mesir, serta Spanyol. Indonesia menjadi target berikutnya.

Gupta juga mengatakan bahwa untuk mengimplementasikan Wimax tidak dibutuhkan dana sebesar yang dikeluarkan untuk teknologi telekomunikasi generasi ketiga (3G). Dia memperkirakan dana yang dikeluarkan untuk membangun satu titik layanan 3G sebesar US$ 100 juta, sedangkan untuk Wimax diperkirakan sebesar US$ 10-100 ribu. "Tapi itu tergantung konfigurasi dan besarnya bandwidth yang dibutuhkan," imbuhnya.

Dia juga menekankan bahwa Wimax tidak akan berkompetisi secara langsung karena target pasarnya berbeda. Menurutnya, Wimax akan lebih terfokus pada layanan fixed wireless. Sedangkan 3G akan mengembangkan sayap bisnis di layanan mobile.

Di Indonesia, Wimax sedang jadi pembicaraan yang cukup hangat. Teknologi yang bisa menggapai hingga 50 kilometer itu, diyakini bisa meningkatkan angka pengguna internet hingga ke pelosok desa. Tentu dengan catatan, harga layanannya terjangkau kocek masyarakat kebanyakan.

Sebelumnya, pihak Intel Indonesia gencar 'bergerilya' ke pemerintah demi bisa menggelar ujicoba teknologi itu. Intel berharap banyak pihak bisa mempelajari manfaat serta kekurangan dan kelebihan Wimax. Namun, meski punya tujuan sama, Said mengatakan belum ada pembicaraan konsolidasi dengan Intel demi menggelar ujicoba Wimax. (rou/wsh)
(wsh)

Sumber :
http://www.detikinet.com
Indonesian Cybercafe Community

3. Kompetisi Teknologi WiMAX-3G dan Kemunculannya di Indonesia
Senin, 7 April 2008 | 14:10 WIB , kompas cetak

Tidak dimungkiri teknologi dalam industri telekomunikasi dapat saling berkompetisi dan akhirnya melibas teknologi yang lainnya. Ambil contoh teknologi seluler NMT (Nordic Mobile Telephony) dan AMPS (Advanced Mobile Phone System) pada sekitar tahun 1985-1992, yang saat ini pada frekuensi yang sama teknologi ini telah dilibas oleh teknologi CDMA2000 yang dioperasikan oleh operator CDMA di Indonesia.
Dalam konteks teknologi seluler yang memiliki kemampuan bergerak (full mobility), kedua teknologi ini sebenarnya dapat dikatakan sudah dilibas oleh teknologi CDMA dan GSM yang memberikan layanan yang serupa seperti teknologi sebelumnya tetapi dengan performansi yang lebih baik.
Perkembangan selanjutnya kedua teknologi ini akan berkembang menuju teknologi 4G, di mana WCDMA berevolusi menjadi LTE (Long Term Evolution) dan EV-DO berevolusi menjadi UMB (Ultra Mobile Broadband). Pada mulanya LTE dan UMB yang dijadwalkan masih cukup lama untuk mulai diimplementasikan, mungkin akan lebih cepat dengan kemunculan teknologi WiMAX (Worldwide interoperability for Microwave Access) yang memiliki kemampuan seperti halnya 4G yang juga memiliki kemampuan bergerak, membuat persaingan dominan teknologi 4G akan semakin sengit.
Ancaman 3G
Bagi teknologi 3G, kemunculan WiMAX mobile pada dasarnya bisa dikatakan sebagai suatu ancaman. Dengan kemampuan layanan komunikasi data yang lebih cepat dari teknologi 3G yang ada saat ini, WiMAX mobile menawarkan performansi yang lebih baik bagi pengguna.
Belum lagi bila layanan panggilan suara dilakukan dengan teknologi VoIP (Voice over Internet Protocol) melalui WiMAX akan dapat memicu persaingan lebih ketat antara 3G dan WiMAX. Dalam ketersediaan teknologi, saat ini teknologi LTE ataupun UMB sebagai evolusi secara alamiah teknologi 3G memiliki keterlambatan ketersediaannya dibandingkan dengan teknologi WiMAX.
Dalam hal alokasi frekuensi pun WiMAX akan menjadi ancaman bagi 3G. Beberapa alokasi pita frekuensi yang tadinya merupakan kandidat untuk alokasi migrasi teknologi 3G akan harus berbagi kapling dengan WiMAX setelah berhasilnya WiMAX masuk dalam ”keluarga” IMT-2000.
Hasil WRC-07 (World Radio Conference) dalam rapat ITU bulan Oktober 2007 telah mengesahkan rekomendasi bahwa WiMAX menjadi bagian dari ”keluarga 3G” bersama-sama dengan teknologi 3G lainnya yaitu WCDMA, CDMA2000, TD- SCDMA, EDGE, dan DECT. Dalam implementasinya frekuensi operasi WiMAX dan 3G dapat saja memiliki alokasi pita frekuensi yang sama, ambil contoh pada pita frekuensi 2,3 dan 2,5 GHz yang pada masa mendatang dapat dipakai untuk teknologi 4G, baik teknologi WiMAX, LTE, ataupun UMB (lihat tabel frekuensi).
Perbandingan teknologi
Memang tidak begitu tepat untuk membandingkan teknologi WiMAX mobile dengan LTE maupun UMB mengingat teknologi ini memiliki waktu kesiapan pasar yang tidak sama, termasuk kemungkinan kesiapan di pasar Indonesia (lihat tabel ketersediaan teknologi).
Saat ini, WiMAX mobile telah siap di pasaran berikut dengan perangkat di sisi pelanggannya, sedangkan LTE maupun UMB masih menunggu sampai dua atau tiga tahun ke depan untuk siap secara komersial, termasuk di sisi pelanggan. Walaupun tidak dalam jumlah variasi yang cukup banyak, perangkat pelanggan untuk WiMAX mobile telah tersedia dalam bentuk datacard, dekstop modem, dan sedikit dalam bentuk PDA.
Untuk melihat bagaimana kinerja masing-masing teknologi tidaklah mudah mengingat tiap pabrikan pendukung teknologi ini saling mengklaim teknologi yang satu lebih baik dari teknologi yang lain. Masing-masing teknologi 4G ini memiliki pendukung utamanya sendiri-sendiri, seperti Intel mendukung teknologi WiMAX, Ericsson menggembar-gemborkan teknologi LTE, dan Qualcomm dengan teknologi UMB-nya.
Ketiga teknologi di atas juga memiliki waktu latency yang kecil (latency adalah keterlambatan waktu antara saat dikirim dan diterima), yang memungkinkan dilakukannya percakapan suara lewat paket data (voice over package data). Dalam hasil riset dipersyaratkan bahwa untuk memberikan kemampuan yang mirip kualitasnya terhadap panggilan melalui sistem seluler, besarnya latency tidak melebihi 150 ms. Baik WiMAX maupun LTE dan UMB mengklaim latency maksimum sekitar 30 ms.


Kemunculan di Indonesia
Kemunculan WiMAX di Indonesia semakin dekat dengan ditandatanganinya peraturan mengenai aspek persyaratan teknis untuk sistem BWA di pita frekuensi 2,3 GHz oleh Dirjen Postel pada 26 Februari 2008. Peraturan ini tentunya akan menjadi acuan dalam dokumen lelang BWA yang dijadwalkan pada tahun ini.
Walaupun tidak disebutkan secara spesifik bahwa pita frekuensi ini merupakan alokasi untuk teknologi WiMAX, tetapi dalam dokumen siaran pers tersebut disebutkan bahwa Dirjen Postel bersama-sama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi membuat program penelitian perangkat radio WiMAX di frekuensi 2,3 GHz tersebut sehingga besar kemungkinan teknologi WiMAX akan juga diimplementasikan.
Melihat kecenderungan harga lelang frekuensi WiMAX akan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga lelang frekuensi 3G seperti juga hasil lelang di negara-negara lain pada umumnya, maka sangatlah mungkin WiMAX akan dapat memberi harga layanan yang kompetitif dibandingkan dengan layanan data pita lebar dari teknologi 3G.
Melihat WiMAX juga memiliki kemampuan memberikan layanan koneksi ADSL (Asymmetric Digital Subscriber Line) seperti layanan Telkom Speedy tetapi melalui jaringan nirkabel, maka WiMAX akan menjadi alternatif layanan bagi masyarakat dan bagi daerah-daerah yang belum terjangkau jaringan telepon.
Selain itu, WiMAX memiliki kemampuan seperti sistem seluler (mobility) sehingga WiMAX pun dapat memberi layanan seperti 3G saat ini. Karena itu, untuk alasan mempertahankan dan meningkatkan pasar, operator layanan data pita lebar baik yang menggunakan infrastruktur kabel maupun nirkabel boleh jadi akan tertarik untuk ikut lelang frekuensi WiMAX ini.
Kurniadi Djamili,
Memperoleh Gelar Master dari Royal Melbourne Institute of Technology, Australia, dan Sekarang Bekerja di Salah Satu Operator Seluler sebagai Analis Teknologi

opini:
wimax merupakan penciptaan teknologi yang baru yang lebih canggih dibandingkan dengan 3G.menurut perkiraan harga penggunaan wimax jauh lebih murah dibandingkan dengan 3G. berdasarkan hal tersebut,munculnya teknologi baru mengakibatkan harga produk tersebut akan lebih murah.sayangnya wimax tersebut masih sangat dibatasi karena ditakutkan penggunaanya yang berlebihan.
perturan2 tersebut membuat para operator merasa terhambat dalam memasarkan produknya.namun dari segi konsumen,pengguna wimax akan merajalela.

No comments: