Septian
Sistem Komputer
Strategi dan Kebijakan Pembangunan Telematika
Bagi sementara pihak, sektor Telematika (telekomunikasi, teknologi
informasi, dan multimedia) masih dianggap sebagai sektor yang kurang menarik
untuk dibicarakan terutama dalam konteks diskursus politik praktis. Padahal, sektor
Telematika memiliki posisi strategis dalam kontribusinya terhadap perencanaan dan
implementasi strategi pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan pertahanan
keamanan nasional.
Permasalahan Umum
Permasalahan di sektor Telematika, sebetulya tidak beranjak jauh dari tahun
ke tahun. Persoalan yang belum teratasi terus berkutat di seputar masih rendahnya
infrastruktur jaringan telekomunikasi; rendahnya penetrasi Internet; pasar yang masih
dikuasai oleh pelaku dominan; masih relatif rendahnya kontribusi sektor Telematika
terhadap Pendapatan Nasional; makin terbukanya entry barrier bagi produk dan jasa
asing untuk masuk ke Indonesia, sementara produk dan jasa Indonesia di bidang
Telematika yang diekspor ke luar negeri masih rendah dan seringkali tidak mampu
bersaing di pasar global; permasalahan pro dan kontra menyusul divestasi BUMN
telekomunikasi; permasalahan Struktur; Perilaku dan Kinerja industri Telematika
Indonesia terutama konsekuensi setelah berlakunya Undang – Undang Nomor 36
tahun 1999 tentang Telekomunikasi; belum adanya kerangka hukum yang mengatur
tentang cyberactivity dan cybercrime; serta belum adanya upaya serius dari
pemerintah untuk memberi perhatian sepenuhnya terhadap pemanfaatan Internet dan
dampaknya
Kontribusi Telematika
Kontribusi sektor Telematika kepada Pendapatan Nasional baru mencapai
5,1% untuk tahun 2000 dan 5,8% untuk tahun 2001. Belum cukup signifikan, namun
demikian aktivitas sektor ini cukup memberi warna tersendiri dalam perekonomian
nasional. Ditandai dengan mulai maraknya sekelompok anak muda membangun bisnis
baru menggunakan teknologi Internet, maka Indonesia tak ketinggalan dalam
booming perdagangan elektronis / electronic commerce (e-commerce).
Majalah Warta Ekonomi edisi Maret 2001 mencatat ada sedikitnya 900
perusahaan dotcom di Indonesia. Jika rata-rata setiap perusahaan menyerap 50 tenaga
ahli di bidang Telematika, maka 45.000 tenaga kerja telah teserap dalam industri ini.
Sayangnya, seiring dengan surutnya bisnis e-commerce karena di Indonesia dukungan
terhadap infrastruktur informasi masih relatif sedikit, banyak perusahaan dotcom
Indonesia mengikuti jejak rekan rekannya di Amerika dan Eropa, menutup usaha, atau
mengurangi aktivitas bisnisnya
Isu Telematika
Beberapa isu bisnis di bidang Telematika lain yang mewarnai sepanjang tahun
2002 hingga pertengahan 2006 antara lain: munculnya layanan akses Internet yang
diselenggarakan oleh Telkom (Telkomnet Instant) yang dianggap sebagai persaingan
tidak sehat oleh pemilik dan pengelola perusahaan Internet Service Provider (ISP);
munculnya Telkom Flexi yang disusul Indosat dengan StarOne; runtuhnya bisnis
Voice over Internet Protocol (VoIP); masih kuatnya pengaruh pelaku dominan dalam
layanan jasa telekomunikasi; E-Commerce dan E-Business yang tidak berkembang;
mulai maraknya implementasi e-procurement di beberapa perusahaan nasional yang
membawa dampak negatif; masih lambatnya pertumbuhan kuantitas dan kualitas egovernment;
merger operator telekomunikasi; masih kuatnya perilaku monopoli dan
proteksi di tengah perubahan pasar jasa telekomunikasi yang sudah menjadi pasar
kompetitif; interkoneksi antar operator; kode akses menyusul ditetapkannya Indosat
sebagai penyelenggara Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ); penolakan
kepemilikan asing di dalam perusahaan operator telekomunikasi, namun di sisi lain
justru makin bertambah banyak investor asing yang masuk ke Indonesia; dan yang
paling akhir, isu alokasi spetrum frekuensi dan perijinan layanan 3G, serta masih
dinantinya kebijakan tentang penggunaan Wimax.
Peran Telematika
Pembangunan sektor Telematika diyakini akan memengaruhi perkembangan
sektor-sektor lainnya. Sebagaimana diyakini oleh organisasi telekomunikasi dunia,
ITU, yang konsisten menyatakan bahwa dengan asumsi semua persyaratan terpenuhi,
penambahan investasi di sektor telekomunikasi sebesar 1% akan mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3%. Hipotesis ini telah terbukti kebenarannya
di Jepang, Korea, Kanada, Australia, negara-negara Eropa, Skandinavia, dan lainnya.
Mereka telah memberi perhatian besar pada sektor telekomunikasi, sehingga selain
jumlah pengguna telepon (teledensity) meningkat, terjadi pula peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Implikasi sosial dari pemanfaatan Telematika belum dapat dirasakan langsung
oleh kelompok masyarakat miskin atau mereka yang berpenghasilan rendah. Hal ini
dapat dipahami karena daya beli mereka rendah. Telematika belum merupakan
kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap hari. Dalam kondisi ini, bagi golongan
miskin tadi Telematika masih menjadi barang langka, mahal dan tidak berguna.
Manfaat Telematika sudah dirasakan oleh golongan terpelajar, atau mereka yang
berpunya. Pada awal abad milenium ini muncul kecenderungan kuat adanya
ketergantungan terhadap informasi. Penggunaan telekomunikasi dan teknologi
informasi khususnya Internet sebagian besar dilakukan oleh kelompok masyarakat
golongan menengah ke atas. Kondisi kontradiktif dalam pemanfaatan Telematika
memunculkan fenomena yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpuruk dan
tambah miskin. Ketidak-tanggapan penentu kebijakan publik di bidang Telematika
terhadap fenomena umum semacam inilah yang kemudian menimbulkan jurang
digital (digital divide).
Jika kontribusi Telematika terhadap perekonomian nasional sudah ada cara
mengukurnya, tidak demikian halnya dengan kontribusi Telematika tehadap
pembangunan dan peningkatan kualitas demokrasi. Bukti empiris menunjukkan
bahwa Telematika telah banyak membantu upaya masyarakat bangsa menuju
demokrasi. Bentuk sederhana keterlibatan Telematika dalam demokrasi antara lain
penggunaan Short Message Service (SMS), Electronic Mail (E-mail), dalam
pendudukan gedung DPR/MPR oleh para aktivis mahasiswa yang berujung pada
runtuhnya rezim Orde Baru. Pengembangan lebih lanjut pemanfaatan Telematika
dalam mendukung upaya pendidikan politik dan demokrasi hanya dibatasi oleh
kemampuan manusia, bukan oleh teknologi itu sendiri. Fakta yang cukup menarik,
belum banyak partai politik yang secara khusus memberi perhatian pada Telematika.
Baik itu pemanfaatan sebagai sarana untuk mengelola organisasi sehingga menjadi
partai modern berbasis teknologi, maupun menggunakan isu-isu kebijakan dan
strategis di seputar Telematika yang dapat menarik simpati masyarakat luas.
Area Kebijakan
Sekali pun kondisi kelembagaan pemerintahan pengelola Telematika belum
memadai, di sisi lain muncul berbagai inisiatif baru yang dikembangkan oleh para
pelaku usaha yang tergolong berusia muda dalam rangka membentuk infrastruktur
informasi alternatif yang meliputi aspek aplikasi, jasa dan infrastruktur fisik. Dari sisi
teknologi terdapat empat area yang dianggap sebagai pendorong yaitu yang berkaitan
dengan bandwidth komunikasi, teknologi peralatan elektronika, teknologi manipulasi
informasi, dan teknologi sistem pembayaran yang dikembangkan secara on-line.
Peluang yang diciptakan oleh penerapan perdagangan elektronis (e-commerce)
adalah terciptanya pasar-pasar baru, produk dan pelayanan baru, proses-proses bisnis
baru yang lebih efisien dan canggih, serta penciptaan perusahaan-perusahaan dengan
jangkauan lebih (extended enterprise). Sedangkan kendala umumnya berkisar pada
masalah bandwidth dan kapasitas jaringan, keamanan, harga teknologi, aksesabilitas,
struktur sosial-ekonomi-demografi, kendala politik dan hukum, sensor, serta edukasisosialisasi
masyarakat.
Perkembangan lingkungan regulasi menunjukkan bahwa Indonesia juga telah
mulai meninjau ulang lingkungan regulasinya. Suatu kerangka regulasi baru di bidang
Telematika sedang dalam proses untuk diundangkan menyusul diskursus yang terjadi
dalam dialog antara pemerintah dan komunitas swasta. Tinjauan ulang regulasi sangat
banyak dipengaruhi oleh manfaat konvergensi Computer-Communications-Content
pada banyak industri yang terkena dampak serta resiko yang diciptakan oleh ecommerce,
seperti misalnya keabsahan dokumen elektronis dan pengaturan hak
kepemilikan intelektual (intellectual property right).
*****
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi
Direktur INSTEPS dan Ketua MASTEL
Thursday, February 19, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment